Mempelajari sejarah akan membuat kebaikan bagi kita di masa mendatang, dengan itu akan mengambil ibarat atas kejadian di masa lampau sebagai suatu ‘pesan’ berharga di masa yang akan datang. Juga memberikan cerminan langkah-langkah yang positif dan cemerlang setelahnya. Menggali sejarah terhadap naskah-naskah literatur Islam yang sepertinya ortodoks, tidak tersentuh oleh kajian-kajian yang memadai,yang akan membuat kemandekan bagi riset perkembangan sejarah Islam.
Dalam sejarah, bukannya kita mengenal kebohongan, melainkan sebuah kenyataan. Ertinya dengan menceritakan sebuah sejarah tadi menghasilkan sebuah ideologi yang disimpangkan menurut kepentingan-kepentigan pihak tertentu, misalnya: kejadian Holocaust, kisah terbunuhnya enam juta etnis Yahudi selama PD II, disini terlihat fakta bahwa kaum Zionis membesar-besarkan kejadian tersebut dengan tujuanmenyokong sempati dunia terhadap kaum Yahudi. Mereka setelah itu melarang kejadian tersebut untuk dilirik kembali. Adalah sebuah kebohongan yang tersimpan dibalik kisah tersebut, dan mereka tidakmenceritakan sebuah realitas yang sesungguhnya. Dan mereka tidak ingin selain mereka dan kontra Zionismenimbang ulang kejadian yang dianggap ‘keramat’ terse but. Di dalam Islam, kita temui beberapa kisah pada zaman Bani Umayyah dan Bani Abbas,perlu dikaji kebenarannya.
Sejarah adalah sumber penting bagi ilmu pengetahuan, dalam al-quran selain modal dasar bagi ilmu pengetahuan, seperti: akal dan hati, juga kita memiliki sejarah sebagai sumber pengetahuan. Terbukti alqur’an mengajak kita untuk mempelajari dan mengambil ibarat dari umat-umat sebelumnya. Didalam surat Al-Imran ayat 37, Allah Swt berfirman: ” Sesungguhnya telah berlalu setelah kamu sunahsunah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).”
Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahawa kejadian sejarah merupakan sunnah Allah yang sudah ditetap dan tidak akan pernah berubah. Namun yang menjadi pertanyaan adalah penetapan sebuah landasan ideologi yang ada dalam sejarah dapatkah mengalami sebuah perubahan. Mengingat bahwa sejarah bagian dari waktu dan zaman, keduanya selalu mengalami sebuah perubahan, serta didasari dari sebuah dalil bahwa semua ideologi tidak selamanya akan bertahan, seperti halnya penetapan sebuah landasan hukum di figh. Seorang mujtahid yang mempunyai otoritas hukum memberikan fatwa hukum yang berdasarkan dalil-dalil dan maslahat yang disesuaikan menurut tuntutan zaman. Artinya, hukum asli mengalami sebuah perubahan dengan menyadarkan hukum berdasarkan maslahat tadi.
Berdasarkan pendapat kalangan Marxisme, adanya penetapan dalam sejarah, ertinya kejadian sejarah tidaklah berubah (jabr al-tarikh). Mereka menyakini kehidupan manusia yang berpijak pada keinginan-keinginan materi, yakni keinginan dan tujuan dasar manusia dalam kehidupannya untuk sebuah manfaat . Apapun yang kita pikirkan mengenai : budaya, akhlak, agama, keahlian, semuanya bukanlah sebuah asas bagi manusia. Jabr al-tarikh, di sini diartikan merupakan sebuah keharusan dan kelaziman dari tarikh tersebut. Disini dicontohkan: hubungan kausalitas, yang mengharuskan akibat selalu membutuhkan sebab. Syahid Murtadha Muthahari, dan kalangan Islam, tidak menafikan adanya jabr al-tarikh, tidak hanya terbatas pada sisi materi, namun yang dapat dipelajari dalam sebuah tarikh adalah sisi maknawi yang berupa kebebasan, kemuliaan, ketulusan, dsbnya.
Sejarah yang sarat akan nilai maknawi ini dapat kita lihat dalam peristiwa Karbala (kejadian terbunuhnya Imam Husein as dan keluarga beserta famili dan sahabatnya), walaupun kita tidak menafikan sejarah budaya lain yang mempunyai sisi-sisi maknawi. Di situ diajarkan tentang
kesabaran, perjuangan, pergorbanan, ketulusan, kecintaan, dll.
Peristiwa Karbala adalah sebuah peristiwa yang mempunyai keitimewaan dan kelebihan
tersendiri yang terlukis di dalam sejarah, bukanlah di dalamnya hanya menceritakan sebuah peperangan sebagai sebuah tragedi yang harus diingat seperti halnya mereka melakukan sebuah peperangan yang didalamnya saling membunuh dan terbunuh, namun nama mereka terkubur dalam buku sejarah. Para peneliti harus membuka halaman demi halaman buku sejarah. Setelah banyak halaman yang ia lampaui, ia baru dapat menutupnya dan menarik kesimpulan darinya. Namun peristiwa Karbala senantiasa menjadi nominasi dalam buku-buku sejarah dan selalu akan tetap lestari.
Mengenai kepribadian Imam Husein sendiri, bahwa kehidupan beliau seluruhnya irfan. Dalam ucapan beliau: “Aku tidak melihat kematian kecuali kebahagiaan, dan kehidupan bersama kaum zolim adalah sebuah kehinaan.” Oleh karenanya, banyak hikmah yang kita gali dalam sejarah, khususnya ketika kit abaca pristiwa atau tragedi ‘Karbala‘ yang senantiasa menimbulkan sebuah acuan dan semangat perjuangan melawan orang-orang zalim. Juga
memberikan pelajaran-pelajaran yang berharga lainnya.
Sumber: http://abuaqilah.wordpress.com
No comments:
Post a Comment